Jamal Melawan Kemiskinan

Sutradara: Danny Boyle
Produksi: Christian Colson
Penulis Naskah: Simon Beaufoy
Pemeran: Dev Patel, Freida Pinto, Anil Kapoor, Irrfan Khan, Ayush Mahesh Khedekar
Durasi: 120 min. Country
Rilis: Januari 2009 (India)

Kemiskinan selalu menyisakan ruang gelap. Potret tentang kelamnya kemiskinan terurai dalam nasib hidup Jamal Malik, lelaki berperawakan agak kurus asal sebuah kawasan kumuh di Mumbai, India. Tokoh dalam film Slumdog Millionaire itu kemudian sampai pada suatu titik penting yang akan menentukan arah hidupnya: apakah ruang gelap itu akan menjadi sesuatu yang terang benderang ataukah akan tetap gelap.

Film garapan Danny Boyle, Slumdog Millionaire memborong banyak nominasi di ajang Academy Award ke-81. Mereka seperti mengulang kesuksesan di Golden Globe. Saat itu mereka meraih empat nominasi.

Film ini meraih 10 nominasi Oscar. Prestasi itu hanya dikalahkan oleh film The Curious Case of Benjamin Button yang mendapat 13 nominasi. Dalam pengumuman nominasi Academy Award 2009 di Beverly Hills, Los Angeles, AS, Kamis (22/1), film tersebut meraih di antaranya adalah kategori film terbaik dan sutradara terbaik.

Meski dikritik sejumlah tokoh film di sana, karena film ini terlalu menonjolkan sisi buruk Mumbai, film ini mendapatkan sambutan meriah di mana-mana. Majalah seperti Time dari Amerika Serikat, koran Inggri Guardian bahkan menuliskan kisah kehidupan kumuh di kota itu.
Film ini dibuat oleh perusahaan film Inggris tapi dibintangi sebagian besar oleh aktor India. Syutingnya juga di Mumbai. Aransemen musiknya juga digarap oleh komposer asli India, AR Rahman.
Film ini berkisah tentang perubahan nasib pemuda bernama Jamal Malik. Tokoh yang diperankan aktor Dev Patel, mendapat kesempatan mengikuti sebuah acara kuis di televisi, Who Wants To Be A Millionaire, untuk memperebutkan hadiah 20 juta rupee. Jamal dapat menjawab satu per satu pertanyaan dalam kuis tersebut. Namun, saat selangkah lagi menuju hadiah utama, Jamal mendapat ujian berat. Karena berasal dari keluarga miskin dan tidak berpendidikan, ia dituduh berbuat curang. Interogasi polisi yang disertai siksaan –adegan ini menjadi pembuka film—harus dihadapi Jamal.

Namun, Jamal berhasil meyakinkan bahwa ia memang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuis itu. Pada bagian cerita ini, sang sutradara film, Danny Boyle, menunjukkan kepiawaiannya. Melalui cerita kilas balik, tergambar jelas bahwa setiap pertanyaan yang diajukan pemandu acara kuis terkait erat dengan jalan hidup Jamal. Penonton pun kemudian mendapatkan rangkaian kisah hidup Jamal, sejak masa kecil di kawasan kumuh Mumbai hingga menjadi seorang office boy di sebuah kantor operator telepon. Selain tentang kepahitan hidup Jamal sebagai orang miskin, cerita ini juga disertai kisah tentang kesetiaan dalam persahabatan dan percintaan. Beberapa adegan lucu yang diselipkan, membuat alur film ini terasa segar.

Toh, pada akhirnya, meski berkutat pada cerita tentang jalan hidup Jamal, film ini sesungguhnya berbicara tentang problematika orang-orang miskin secara universal, serta wajah sebuah kota yang pincang. Intinya, untuk bisa bertahan di sebuah kota yang dipadati kaum urban dan dibalut persolan kesenjangan sosial, beban orang-orang miskin sangat berat. Bahkan acapkali mereka harus akrab dengan kekerasan. Mereka menjalani hidup tanpa kepastian masa depan. Kejahatan, eksploitasi anak-anak jalanan, prostitusi, gangster, hingga konflik sara, seperti tergambar dalam film ini, begitu akrab dengan orang-orang miskin.

Melalui visual yang kuat, film yang diangkat dari buku karya seorang diplomat India, Vikas Swarup, ini mampu menampilkan potret kemiskinan secara nyata. Visual tentang kawasan kumuh yang padat, WC kayu di atas sungai, kereta api yang padat hingga penumpang naik ke bagian atap, orang-orang mandi dan mencuci di sungai yang kotor, para pemulung di tempat pembuangan sampah, serta kehidupan anak-anak jalanan di kota yang semrawut, membuat cerita tentang kemiskinan terasa begitu kuat dan dekat. Apalagi untuk warga Jakarta, pemandangan seperti itu sesungguhnya tidak asing.

Pada bagian akhir film ini, penonton sengaja dibuat deg-degan oleh pertanyaan: Apakah Jamal akan berhasil memenangkan hadiah 20 juta rupee? Apakah Jamal akan berhasil mendapatkan cinta Latika (diperankan Freida Pinto), wanita pujaan yang pernah direbut sahabatnya dan diperistri seorang tokoh gengster?

Meski dikritik sejumlah tokoh film di sana, karena film ini terlalu menonjolkan sisi buruk Mumbai, film ini mendapatkan sambutan meriah di mana-mana. Majalah seperti Time dari Amerika Serikat, koran Inggri Guardian bahkan menuliskan kisah kehidupan kumuh di kota itu.

Menanti jawaban-jawaban itu dalam film ini memang menjadi suatu hiburan. Namun jiwa dalam film ini sesungguhnya terletak pada kisah panjang seorang Jamal dalam melawan kelamnya kemiskinan. gir

Sumber: Surabaya Post, Minggu, 15 Februari 2009

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda