Teeza Telah Dipanggil Sang Khalik
Manusia berupaya keras sebatas kemampuannya, tetapi Tuhan yang menentukan hidup matinya seseorang. Itulah yang terjadi pada keluarga pasangan suami istri A Moekmin dan Endang S Sulandjari yang sering disapa Arie.
Keduanya berusaha agar nyawa anak sulungnya, Teeza Ariputra (27), bisa tertolong. Teeza mengalami kecelakaan di landasan pacu 30 kawasan latihan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Senin (19/4). Upaya mereka termasuk mengambil keputusan untuk mengamputasi kaki kanan instruktur pilot pesawat jenis Tobago TB-10 itu.
Ternyata Tuhan berkehendak lain. Jumat pukul 09.10, Teeza mengembuskan napas terakhir setelah lima hari dalam kondisi kritis dan tidak sadarkan diri. ”Teeza meninggal,” kata Arie seraya menangis.
Kabar itu dikonfirmasikan kepada Wakil Direktur Medik Rumah Sakit Siloam, Karawaci, Mangantar Marpaung. ”Teeza mengalami trauma yang cukup keras pasca-kecelakaan pesawat. Ini yang membuat dia selalu kritis dan akhirnya meninggal.”
Selain luka terbuka di bagian kakinya, bagian dada hingga rusuk Teeza mengalami benturan keras. Teeza mengalami multitrauma karena benturan terjatuh dari pesawat. Sekitar pukul 11.30, jenazah Teeza dibawa ke rumah orangtuanya di Blok H2 Nomor 1 Kompleks Perumahan Taman Asri, Larangan, Ciledug, Kota Tangerang. Jenazah diserahterimakan dari STPI Curug kepada orangtua oleh Ketua STPI Curug Darwis Amini kepada Moekmin dan Arie.
Sebelum dibawa ke Blok AA1 Taman Makam Umum Tanah Kusir, jenazah dishalatkan di Masjid Al-Ikhlas, dekat rumah duka. Ada 40 taruna berpakaian seragam coklat menjadi pagar betis mengantarkan jenazah itu keluar dari rumah duka.
Latihan 'co-pilot'
Moekmin adalah pilot maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Istrinya adalah mantan karyawan Grup Kompas Gramedia. Sementara Tasha Ayudhya, adik Teeza, adalah pramugari di perusahaan penerbangan AirAsia. Teeza sendiri akan bekerja di AirAsia. Rencananya, Sabtu ini dia berangkat ke Malaysia untuk mengikuti pelatihan sebagai co-pilot.
Arie, mantan pemain tim nasional bola boli DKI Jakarta, mengenang masa kecil Teeza. ”Sejak kecil, Teeza sangat mengidolakan ayahnya, seorang penerbang,” ujar Arie.
Keinginan Teeza menjadi seperti ayahnya terpatri sejak usia belia. Kala masih TK, Teeza suka menggambar pesawat. Minat itu terus tumbuh hingga SMA. Bahkan, kamarnya penuh dengan pesawat mainan. Sejak itu, keluarga mendukung ambisi Teeza menjadi penerbang.
Lulus dari SMA Pembangunan Jaya, Bintaro, Teeza ingin masuk sekolah penerbangan. Namun, karena krisis ekonomi, sekolah itu tutup beberapa tahun. Pria kelahiran Jakarta, 14 November 1982, itu diterima di Jurusan Teknik Industri Universitas Bina Nusantara.
Tahun 2005, Teeza terdaftar di STPI Curug. Dari 550 orang yang melamar, hanya 25 yang diterima, termasuk Teeza. Dia termasuk angkatan ke-59 di STPI dan diwisuda pada 9 Maret 2007. ”Hanya angkatan itulah yang seluruh siswanya lulus. Angkatan lain, ada satu-dua orang yang putus di tengah jalan,” ujar Darwis Amini.
Ita, tante Teeza, mengatakan, Teeza sangat supel, suka menolong, dan pandai bergaul. Itu sebabnya banyak teman dan koleganya yang melayat dan mengantar jenazah dimakamkan.
Teeza kini telah pergi. Moekmin dan Arie berterima kasih kepada semua pihak. ”Mohon dibukakan pintu maaf andai anak saya mempunyai tunggakan utang, mohon maaf dan segera bisa diselesaikan. Terima kasih pula kepada kawan-kawan Teeza,” kata Moekmin.
Teeza gugur dalam menjalankan tugas. Dia pahlawan bagi sivitas akademika STPI Curug. (pingkan elita dundu)
Sumber: Kompas, Sabtu, 24 April 2010
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda