Lezatnya Semanggi Suroboyo

Siapa yang tak pernah mendengar Semanggi Suroboyo? Ya, makanan yang satu ini memang kuliner asli yang berasal dari Surabaya. Bahkan ada lagu khusus yang berjudul sama, diciptakan untuk menggambarkan nikmatnya semanggi.

Saat ini, mencari semanggi gampang-gampang susah. Namun ada satu tempat di daerah Surabaya Barat, yang terkenal dengan julukan Kampung Semanggi. Yaitu di Raya Kendung, Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo Surabaya. Disebut Kampung Semanggi karena banyak warga yang tinggal di daerah ini berprofesi sebagai penjual semanggi gendong.

Salah satunya Bu Kemi. Di kediaman perempuan usia 48 tahun ini, untuk melihat pembuatan semanggi secara langsung. Bu Kemi mempraktikkan cara membuat bumbu Semanggi Suroboyo.

Bahan-bahan seperti ketela, kacang tanah, bawang putih, gula merah, garam, dan penyedap rasa, dicampur menjadi satu, sehingga menjadi adonan bumbu yang padat berwarna kecokelatan. “Nanti tinggal dicampur dengan sambal, bagi mereka yang suka pedas. Lalu diberi petis kupang dan sedikit air, saat bumbu akan disiramkan di atas semanggi,” jelasnya.

Ia kemudian mengambil daun dan menaruh daun semanggi di atasnya. Tak hanya semanggi yang disajikan, ada juga tauge, baru kemudian disiram dengan bumbu kecokelatan. Tak lupa kerupuk puli berbentuk kotak ditaruh menutupi sajian semanggi.

“Kalau waktu musim kemarau seperti ini, mencari semangginya sulit. Berbeda kalau musim hujan, semangginya banyak dan kondisinya pun bagus. Hijau dan segar,” terang Bu Kemi. Untuk satu porsi semanggi plus satu kerupuk, Bu Kemi membanderol Rp 4.000. Bila ingin dua kerupuk hanya tinggal merogoh kocek Rp 5.000.

Bu Kemi sendiri telah menjalani profesi sebagai penjual semanggi gendong sejak 15 tahun lalu. Hingga kini ia masih aktif berjualan di Rungkut Mapan setiap Rabu dan Sabtu, dan di Wisma Tropodo, setiap Jumat dan Minggu. Perjalanan dari Benowo ke dua tempat tersebut sangat jauh.

Bu Kemi berangkat dari rumah pukul tujuh pagi, bersama rombongan penjual semanggi lain. Mereka naik empat mobil angkutan umum khusus, diturunkan di daerah Kupang. Dari sini, para penjual semanggi gendong menyebar ke berbagai wilayah di Surabaya. Bu Kemi sendiri melanjutkan perjalanannya menggunakan angkutan umum sampai dua kali ganti. Ia sampai di tempat tujuan sekitar pukul sebelas siang. Di jam inilah ia mulai berkeliling dengan berjalan kaki. Ia tiba kembali di rumah, saat Maghrib. Cukup melelahkan! (titis jatipermata)

Sumber: Surya, Rabu, 17 Desember 2008

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda