Olahraga KULTAT Cara Sehat Ala Soekarti
Add caption |
Apa rahasianya? Dengan tegas Soekarti membeberkan bahwa semua itu didapatnya dari resep tradisional. Baik jamu yang diminumnya, maupun cara berolah raga yang dilakukannya, semua adalah resep tradisional.
Wanita asli Blitar ini mengaku setiap hari selalu minum jamu yang dibuatnya sendiri. Sejak kecil ia telah diajarkan orang tuanya untuk membuat resep jamu resep tradisional ini. Sehingga sejak muda dirinya sudah membuat jamu sendiri. Ia selalu mencari bahan jamunya baik daun-daunan maupun akar-akaran.
Resep yang diperoleh dari orang tuanya ini, nyatanya sangat membantunya dalam hal menjaga kesehatannya. Terbukti, rentang waktu 20 tahun ketika harus melahirkan ke 16 anaknya, tak sekalipun ia mendapatkan masalah. Tak ada satu pun anaknya lahir melalui operasi cesar. Semua persalinan berjalan normal. ”Itu karena saya sering minum jamu lempuyang. Jenis jamu itu sangat membantu otot-oto tubuh saya kuat. Apalagi kalau dulu saya sering berjalan kaki berkilo-kilometer, membuat otot kaki saya kuat,” jelas wanita yang sudah memiliki 27 cicit ini.
Sampai sekarang urusan minum jamu itu tetap ia pertahankan dan ajarkan pada anak dan cucunya. Tak heran jika di rumahnya setiap hari selalu tersedia berbagai bahan jamu seperti lempuyang, beras kencur, kunir, maupun paitan. Ia pun masih aktif di organisasi Persatuan Isteri Veteran Indonesia (PIVERI) hingga kini.
Baginya minuman itu membuat tubuhnya semakin sehat, terhindar dari nernagai macam penyakit. Tak hanya tubuh sehat, kulitnyapun terasa halus sampai saat ini. Tubuhnya juga tak sekalipun pernah merasakan sakit yang aneh-aneh. Hanya flu dan batuk, karena pengaruh perubahan cuaca.
Olahraga Kultat
Ada yang unik ketika menyinggung cara olah raga tradisional yang menurutnya telah ia praktikkan sejak dulu itu. Menurut istri Soewandi (alm) ini, ia mengaku melakukan olah raga setiap jam 02.30 pagi. Tempatnya cukup di kamar tidur. Caranya, dengan menidurkan badan dengan miring ke kanan ataupun ke kiri secara bergantian.
Pada posisi itu, kaki kanan maupun kiri secara bergantian pula, dipukulkan ke pantat. Aktivitas tersebut di lakukan 20 sampai 50 kali. Tujuannya untuk lebih memperkuat kaki sekaligus tulang ekor, agar jalan kita tetap tegap. Nyatanya, hal itu terbukti sampai saat ini Soekarti masih mampu berjalan tegak dan tidak bongkok sedikitpun.
Setelah melakukan olahraga yang ia beri nama ’Kultat’ (pukul pantat), dilanjutkan dengan ’melempar’ kedua tangan ke arah depan, samping dan atas secara bergantian. Sampai tangan terasa agak lelah, sekitar 5-10 menit.
Tak hanya itu, pensiunan PNS Pemprov Jatim ini juga memiliki cara unik pendeteksi sakit. Ketika selesai melakukan kultat maupun lempar tangan, dirinya menyumbat lubang hidungnya sebelah kanan, lalu dihembuskannya nafas lewat lubang hidung sebelah kiri. Jika merasa plong, tandanya sehat. Begitu juga sebaliknya jika terasa ada hambatan tandanya ada penyakit yang hinggap di tubuh kita. Cara tersebut dilakukan bergantian, sampai kedua lubang hidung ini merasa plong.
Ketika ayam mulai berkokok setelah sholat shubuh, barulah ia keluar rumah untuk menghirup udara pagi yang segar sambil berjalan santai dan menggerakkan badannya di sekitar rumah.. Hal itu rutin dilakukannya setiap hari.
Soal makanpun ia mengaku tidak aneh-aneh. Dirinya lebih memilih tahu tempe, ketimbang daging. Begitu juga dengan sayur dan buah, selalu menjadi menu utamanya setiap hari.
Sehat Dengan Hati
Tubuh yang sehat tak akan tercipta tanpa jiwa yang sehat pula. Lantas apa resepnya untuk menjaga kondisi psikologis tetap sehat? Wanita yang memiliki koleksi perangko hingga 25 album ini menjawab, cukup ingat ’SARINE TEBU’. Lho kok..?
Ia pun membeberkan ’Sarine Tebu’ yang ia maksud adalah ungkapan kata. Awalan kata SA memiliki makna sabar, yakni dalam menghadapi segala rintangan dan persoalan hidup harus sabar. Kata RI yakni rilo, berarti memberi seseorang dengan tulus ikhlas, baik itu materi maupun ilmu. NE artinya nerimo ing pandum, menerima apa adanya semua kehendak Tuhan. Tetapi tetap selalu berikhtiar, jangan sampai berdiam diri dan berpangku tangan.
Sedangkan TE artinya temen (bersungguh-sungguh), setiap perkataan bisa dipercayai, jujur hati maupun ucapan. Dan BU memiliki makna budi, yakni berbudi pekerti luhur, setiap kelakuan harus berdudi yang baik agar semua yang dijalankan berjalan dengan baik.
”Sarine Tebu memiliki makna yang mendalam. Jika kita bisa melakukannya pastinya akan mendapatkan ketenangan hati. Sekaligus hati kita akan sehat. Inilah makna sehat luar dalam,” tuturnya.
Soekarti pun memiliki kebiasaan membaca yang ia lakukan sejak ia masih di sekolah rakyat. Baginya, buku merupakan jendela dunia, meski ia mengaku terlahir dari keluarga berekonomi rendah. Kini, membaca buku baginya untuk melatih kosentrasi serta menghindarkan dirinya dari kepikunan.
Hebatnya, wanita yang akrab disapa eyang oleh anak dan cucu cicitnya ini, meski usianya sudah 88 tahun sama sekali tak butuh kacamata saat membaca. Ketika coba dipraktekannya membaca koran yang berada di meja tamu, ia pun dengan cepat membaca setiap kalimat dengan huruh yang berukuran kecil tersebut. ”Membaca memang sudah kebiasaan dari kecil, ujarnya, sambil menunjukkan koleksi buku di almari pustakanya.
Di situ cukup banyak buku mengenai sejarah, ada juga beberapa buku berbahasa Belanda, biografi, sampai majalah. Kamus berbagai versi bahasa Belanda pun menjadi salah satu koleksinya. Maklum, iapun mengaku pernah 10 tahun belajar bahasa Belanda.
Kini keinginan yang belum tersampaikan adalah membuat perpustakaan mini di kelurahan tempat tinggalnya di Jl Johar. ”Agar setiap orang bisa memanfaatkan buku koleksi saya untuk dibaca. Jika hanya ditata dilemari serasa buku itu kurang bermanfaat,” pungkasnya. (m11)
Biodata
Nama : Soekarti Sario
TTL : Blitar, 25 Maret 1925
Nama Suami : Soewandi (alm)
Anak : 16 orang (7 alm)
Cucu : 25 cucu
Cicit : 27 cicit
Riwayat Pekerjaan
Pegawai Telkom Surabaya (1943-1944)
Pegawai Perhutani Surabaya (1944-1945)
Pegawai Pemerintahan Kabupaten Nganjuk (1948-1950)
Pegawai Kotamadya Kediri (1951-1954)
Pegawai Karisedenan Malang (1954-1956)
Pegawai Kabupaten Surabaya (1956-1958)
Pegawai Kantor Gubernur Surabaya (1958-pensiun 1975)
Sumber: Surabaya Post, Minggu, 07/04/2013
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda