Foto Komposit dalam Dunia Jurnalistik


Foto jurnalistik adalah foto yang menyampaikan informasi. Namun, tidak selalu informasi bisa disampaikan dengan satu foto saja. Manakala lebih dari satu foto dibutuhkan, itulah yang disebut foto komposit, esai foto, dan foto seri. Tulisan Klinik Fotografi Kompas akan membahas ketiganya, tetapi kali ini akan dibahas foto komposit terlebih dahulu. Jenis ini adalah penggabungan beberapa foto sekaligus menjadi seakan satu foto saja.

Oleh ARBAIN RAMBEY

Mari perhatikan aneka foto komposit di halaman ini. Dapatkah Anda melihat keistimewaan foto komposit yang pertama atau foto A?

Foto A adalah foto dari kampanye Pemilu 1997. Saat itu hanya ada tiga partai yang berlaga, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan warna hijau, Golongan Karya (Golkar) dengan warna kuning, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI, bukan PDI-P) dengan warna merah.

Waktu itu, ada giliran hari untuk berkampanye untuk mencegah bentrok. Misalnya, hari ini yang berkampanye adalah PPP, besok adalah jatah Golkar, dan lusa adalah jatah PDI. Demikian terus bergulir sampai satu bulan penuh masa kampanye.

Massa fanatik?

Dalam masa kampanye itu kita bisa melihat betapa fanatiknya massa setiap partai. Mereka rela mencukur rambutnya dengan bentuk lambang partai atau bahkan mengecat tubuh mereka dengan warna partainya.

Waktu itu banyak yang mensinyalir bahwa massa fanatik itu hanya massa semu alias hanya fanatik karena uang.

Karena penasaran, Desk Foto Kompas lalu mencoba mencari kebenaran sinyalemen itu. Pada setiap kampanye partai, dicari orang-orang yang punya kemungkinan muncul di kampanye partai lain.

Dan Kompas mendapatkan pembuktiannya! Anak muda dalam foto A muncul pada kampanye ketiga partai. Ciri khasnya, yaitu tato di dada dan bentuk giginya yang khas, membuktikan bahwa ketiga foto adalah orang yang sama.

Foto A memang harus dibuat sebagai foto komposit agar maksud Kompas bisa sampai ke pembaca dengan langsung dan mudah dimengerti.

Foto komposit A memang harus terdiri dari tiga foto, tidak bisa kurang bukan?

Satu hal terpenting adalah: foto A tidak mungkin diulangi lagi karena sekarang partai jumlahnya sangat banyak.

Potret komposit

Sedangkan foto B merupakan potret komposit karena Kompas ingin menggambarkan karakter pengamat politik Effendi Gazali yang unik.

Sebagai catatan, foto potret adalah foto wajah yang mengandung sifat dan keseharian orang yang terpotret. Potret bisa tunggal dan bisa komposit.

Potret tunggal yang lazim berupa foto manusia dengan berbagai hal yang menjadi profesinya, misalnya koki yang dipotret dengan deretan masakan, atau cendekiawan yang dipotret di perpustakaan pribadinya.

Dengan potret tunggal, rasanya sulit untuk bisa menceritakan seorang Effendi Gazali dengan lebih dalam.

Demikian pula foto komposit C yang melaporkan sebuah pergelaran tata rambut. Dengan menampilkan foto komposit, lebih banyak foto bisa dimuat sekaligus bukan?

Kalau saja foto C tidak dibuat komposit, foto yang kecil-kecil dan terpisah membuat layout halaman yang memuatnya jadi tidak menarik.

Sedangkan foto komposit terakhir atau foto D adalah foto yang biasa disebut foto sekuen. Antara satu foto dan foto lainnya ada kesinambungan alias ada urutan di antara foto-foto itu.

Foto D merekam sebuah atraksi pesulap Demian menciptakan api di tangan kosongnya. Dari api tercipta sampai api padam direkam dalam empat gambar berurutan.

Sumber: Kompas, Selasa, 2 Maret 2010

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda