Cybersex di Surabaya


Warnet Sediakan Tirai Khusus Netter Bokep

Oleh: Ni Nyoman Yuliana Puspasari

PENGELOLA warnet sering tak cuma menyediakan aneka fasilitas yang mendorong cybersex, tetapi bahkan cenderung mendiamkan meski praktik itu dilakukan anak-anak di bawah umur. Ipam, operator warnet yang menjadi informan penelitian Fitri Purnawati, pernah melihat segerombolan remaja menyewa webcam untuk chatting.

Dari mejanya, Ipam mendengar dengan jelas tawa cekikikan dari gerombolan ABG tadi. Salah satu remaja bahkan sempat setengah berteriak, “Buusyet, mulus bo..........” Usut punya usut, seperti terungkap dalam skripsi Fitri di Prodi Sosiologi FISIp Unair yang bertajuk “Studi tentang Pergeseran Media Penyaluran Sexual Drive pada Mahasiswa Pelaku Cybersex di Warnet X3Net, Surabaya”, ternyata mereka bareng-bareng melihat dada telanjang pasangan chatting-nya dari webcam. Dan Ipam membiarkan aksi itu berlangsung dengan alasan privasi dan layanan pelanggan.

Memang, fasilitas yang disediakan pengelola warnet mendorong praktik cybersex merajalela. Sebuah warnet di kawasan Kampus Unair, misalnya, memberlakukan diskon khusus pukul 23.00-02.00. Tarif hemat ini mendorong pelanggan memanfaatkan malam hingga jelang subuh itu browsing karena aksesnya lebih cepat. “Pada jam-jam itu, pelanggan memanfaatkan diskon dan kecepatan browsing untuk membuka situs bokep dan atau ber-sex chat,” ujar Fitri.

Beda dengan kebanyakan warnet, warnet itu tak memiliki boks pemisah. Namun komputer satu dengan lainnya terpisah oleh meja, letaknya pun berdekatan. Tetapi yang ganjil, di ruangan komputer terdapat tirai biru yang bila dipanjangkan akan membagi ruangan menjadi sisi depan dan sisi belakang. Artinya, posisi netter di sisi depan dan belakang saling membelakangi dan terpisahkan tirai biru. Otomatis, netter tak dapat melihat situs apa saja dan apa yang dilakukan netter lainnya.

Operator warnetnya, menurut Fitri, mengaku tirai sengaja dipasang untuk orang-orang yang mau melihat situs bokep atau chatting dengan pasangan kencannya. Karena itu, tirai hanya digelar jika ada yang memesan dan itu hanya terjadi waktu malam. “Jam-jam segitu biasanya pelanggan buka situs bokep. Terserah dia mau buka apa, bebas,” kata Dhika, operator warnet itu seperti dikutip dalam skripsi Fitri.

Dalam observasinya, Fitri juga menemukan material-material porno yang tersimpan di hardisk server warnet yang bisa diakses semua netter. “Di sana ada gambar-gambar wanita telanjang,” kata Fitri.

Pihak warnet mengaku tidak bisa membatasi perilaku netter lantaran tak ada aturan yang membatasi penggunanya untuk browsing maupun download apa saja, termasuk material porno. Pengelola warnet juga mengaku tak bisa memblokir situs porno karena tergantung dari provider pusat. “Selain itu, pemiliki warnet juga mengaku menghargai kebebasan dan keinginan netter karena merupakan bagian dari costumer service,” kata Fitri.

“Sexual Drive”

Penelitian Fitri juga menyimpulkan adanya perubahan media penyaluran sexual drive yang semula dilakukan secara real space (bersentuhan secara fisik) ke arah penyaluran seksual menggunakan media internet (cybersex), dengan atau tanpa meninggalkan cara-cara penyaluran seksual secara riil itu sendiri. Misalnya: melihat film porno, membaca buku-buku seks, penyewa wanita penghibur, dan sebagainya. Penyebabnya beragam, yaitu budaya latah, ingin tahu, iseng, pembelajaran seks, download file situs porno, kecanduan, media mendapat pasangan kencan gratis, tak memiliki pasangan, dan lebih privasi.

Kondisi yang amat melindungi privasi kadang-kadang mendorong pengguna iseng meluncur memasuki arena cybersex. Febri, informan penelitian Fitri, misalnya, mengungkapkan, dia tak pernah datang ke warnet langsung buka situs jorok.

“Tapi cuma iseng-iseng wae. Tujuan dasarnya cari data. Nah kalau sudah suntuk mending chatting. Lha di tengah chatting ketemu cowok yang koyo ngono iku, yang bilang kamu mau ML? Kalau mau buka situsku di ini-ini. Yo wis saking penasaran lalu klik situs itu, akhirnya keluar gambar-gambar kayak gitu,” ujarnya.

Ada pula yang mengaku melakukan cybersex sebagai bagian dari pendidikan seks supaya pada saatnya nanti bisa memuaskan pasangan seksnya. “Di sekolah kan nggak ada pelajaran seperti itu? Tanya ortu juga nggak bisa. Ya masak kita ngintip orangtua kita waktu begituan? Nggak mungkin kan?” kata Ipam, salah satu informan.

Tak heran kalau kemudian koleksi film atau gambar porno mereka bejibun. “Saya punya 40 GB film porno. Sebulan ini saya download 30 film, minimal durasinya 20 menitan,” ujar Karol, informan. Ipam punya sekitar 35 CD, masing-masing CD berkapasitas 700 MB. Film-film ini lalu menyebar di kalangan teman-temannya, baik dengan mengkopi langsung atau lewat email. “Atau kita saling memberi tahu teman alamat situsnya,” kata Dhika, informan lain. Anda berminat?

Sumber: Surabaya Post, Rabu, 4 Februari 2009

Label: , , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda