Dzikir dan Meditasi Bikin Tenang
Mengolah batin melalui kegiatan dzikir dan meditasi bukan hanya bisa menimbulkan ketenangan, tetapi juga menjauhkan penyakit dari tubuh. Ahli hipertensi terkena hipertensi. Lho? Tak perlu heran, bukankah penyakit bisa menyerang siapa saja termasuk dokter sekalipun. Namun bedanya dengan orang awam, ketika terserang penyakit darah tinggi Prof. Dr. Moh. Yogiantoro, SpPD-KGH, FINASIM langsung bertindak cepat apa yang harus dilakukan agar efeknya tidak semakin parah. Oleh Prof. Dr. Moh. Yogiantoro, SpPD-KGH, FINASIM Penyakit hipertensi dialami ketika dia berusia 56 tahun.
Tak cukup di situ, dua penyakit lainnya ikut menyusul yakni diabetes dan kolesterol. Tak mau menunda lebih lama, dia langsung memeriksakan diri ke laboratorium. Setelah hasil lab diketahui, dia mengonsumsi obat secara teratur untuk menjaga agar tensinya tetap berada di kisaran normal. Syukurlah, gangguan kesehatan menyangkut ketidakstabilan tensi itu sejauh ini sudah bisa ‘dijinakkan’, sehingga Yogiantoro mendapatkan kebugarannya lagi. Bahkan dua hari menjelang usianya memasuki 70 tahun pada 21 Maret 2012 lalu, bapak dari tiga anak ini sempat menjadi pembicara dalam sebuah seminar yang bertemakan penyakit yang pernah menderanya kaitannya dengan glaucoma.
Menurut Yogiantoro, biang pengganggu kesehatannya itu saat ini sudah berada di angka kisaran normal. Pendek kata dia sudah mendapatkan kesehatannya kembali. Meski sebetulnya, kata pria berkacamata ini, untuk mendapatkan kesehatan kita jangan berusaha dalam arti sempit, artinya hanya meminum obat dan menjaga pola makan. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah menjaga kesehatan ‘rohani’. Sebab, tak jarang penyakit datang dari kondisi pikiran atau emosi seseorang. Karena itu, ‘obat’ yang digunakan pun berbeda, yakni dengan cara ibadah shalat dan doa. “Karena saya muslim, jadi saya memraktikkan salat.
Untuk dzikir juga tak hanya setelah selesai salat saja. Harus setiap waktu,” ujar suami dari Prof. Dr. Diany Yogiantoro, SpM (K) ini dengan semangat. Ketenangan batin terlihat pada pria kelahiran Tulungagung, 21 Maret 1942 ini. Baginya, manfat melakukan dzikir secara rutin bukan hanya mendapatkan pahala. Tetapi juga membawa ketenangan tersendiri. Menurutnya dengan selalu berdzikir, Tuhan Yang Maha Esa akan memberikan ketenangan batin pada kita. “Harus diketahui bahwa Tuhan itu bukanlah teori. Tuhan itu nyata. Bahkan Dia lebih dekat dari urat leher kita,”jelasnya.
Bersyukur
Kesibukan dan tekanan hidup yang dijalani masyarakat di kota besar tak jarang membuat orang lupa bersyukur. Boleh jadi kita lupa bahwa ada banyak hal berupa kemudahan dan anugrah luar biasa dari Sang Maha Pencipta yang kita terima setiap hari. Bila kita banyak bersyukur atas semua anugrah tersebut ini akan membawa berjuta manfaat dan menjadikan hidup ini sangat menyenangkan. Efek psikologisnya, batin dan emosi yang tenang juga bisa menjauhkan dari segala penyakit. Pemahaman inilah yang benar-benar diterapkan Yogi. Baginya, merasa cukup itu perlu, agar kita tidak terdorong menjadi orang yang tamak atau serakah. Sebaliknya, dengan merasa cukup kita akan mudah bersyukur kepada Sang Pencipta.
“Saya selalu berdoa kepada Allah agar Dia menjaga agamaku, menjaga hartaku dari harta yang tidak berkah, karena disitulah sumber kehidupan kami,” ungkapnya dengan tersenyum.
Menurut kakek dari 6 cucu ini, syukur itu tidak cukup dengan membaca hamdalah dan berdoa. Namun harus dengan diwujudkan dengan perbuatan.
“Syukur itu tidak hanya dengan doa saja. Jika hanya berdoa, bisa-bisa orang-orang yang ada di pesantren sehat semua,” ucapnya bernada humor.
Wujud dari rasa bersyukur itu bisa diimplementasikan dalam bentuk perbuatan. Salah satu yang ia lakukan yakni dengan istirahat yang cukup. Untuk yang satu ini ukuran untuk setiap orang memang tidak sama, alias relative. Seperti Yogi misalnya, karena dituntut profesinya sebagai dokter, waktu istirahatnya lebih pendek dibanding orang awam. Menurutnya istirahat setengah jam dalam sehari bagaikan istirahat tiga jam.
“Saya sudah melakukannya sejak saya mulai sibuk dan berpikir,” katanya.
Semua itu dilatihnya untuk menjadi dokter yang profesional.
Meditasi dan Berusaha Tulus
Cara lain yang ditempuh Yogiantoro untuk mendapatkan ketenangan batin adalah dengan melakukan meditasi. Meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Yogi rutin melakukan meditasinya yakni saat selesai salat, dengan cara duduk, dan berbaring.
“Saya lakukan setiap saat ada waktu kosong. Meditasi yang saya lakukan berupa evaluasi diri dari segala dosa yang saya lakukan setiap hari. Kita memang tak pernah lepas dari dosa, dosa itu berasal dari nafsu nafsi. Kita juga tak bisa hilang dari nafsu nafsi, karena disitulah kita mendapat stimulus untuk berprestasi,” imbuhnya.
Syukur atas karunia bisa tidur hanya dengan setengah jam, juga tak lepas syukur dari masalah yang dialami. Pria kelahiran Tulungagung, 21 Maret 1942 ini menjelaskan bahwa di dalam kehidupan memang tidak terlepas dari masalah. Karena Tuhan memberi masalah jika ingin meningkatkan derajat kehidupan kita. Syukur terhadap masalah diwujudkannya dengan bersabar dan tawakal. Sadar bahwa semua itu berasal dari Tuhan.
“Kita mendapat masalah di keluarga, di kantor, dan di lingkungan juga menjadi sebuah cobaan. Jika kita lulus, berarti kita tahu bagaimana cara mengatasi masalah tersebut,” jelasnya.
Sedangkan, untuk makanan, Yogi rutin memakan makanan secukupnya. “Begitu satu piring, kalau sudah kenyang saya tinggal. Saya memercayai anjuran makanlah jika lapar, dan berhentilah sebelum kenyang. Begitu saya makan satu piring, saya tinggal,” jelas pria yang gemar mengonsumsi sate ini.
Dalam akhir perbincangannya, ia menambahkan bahwa setiap orang yang sudah berusia lanjut memang patut untuk berhitung seberapa lama sisa hidupnya. Sisa umur itu harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Berobat dengan supervisi, bahwa semua orang akan mati. Tapi berobat adalah salah satu pencegahannya untuk mendapatkan umur panjang dan berkualitas. (m46)
Biodata: Nama Yogiantoro Tempat, Tanggal Lahir Tulungagung, 21 Maret 1942 (Sabtu legi)
Istri Prof. Dr. Diany Yogiantoro, SpM (K) (Dokter Spesialis Mata)
Tempat, Tanggal Lahir 16 Mei 1945
Putra: 3 orang · Ardiani Amelia, S.E + Drs. Nanang Erlingga Yani)
Yasmina Rahmawati, S.E +dr. Dwi Ahmad Yani, spesialis mata)
dr. Ardityo Rahmat Ardani (dokter spesialis penyakit dalam), (Mira Kusuma Wardani, S.E)
Cucu: 6 orang · Ahsan Nardian · Nauval · Nadhiva Salma · Alya Azzahra · Fauzan · Muhammad Rafli
Sumber: Surabaya Post
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda